Akhirnya hadir, akhirnya lahir.
IDR 135,000 (Pemesanan lewat Direct Message)
Pengiriman ke alamat Anda mulai 1 Mei 2024
Akhirnya hadir, akhirnya lahir.
IDR 135,000 (Pemesanan lewat Direct Message)
Pengiriman ke alamat Anda mulai 1 Mei 2024
Setelah melewati proses penyuntingan yang cukup panjang, akhirnya buku “Beribu Surat” terbit!
Pesan lewat @peretas_id atau @marjinkiri |
Nama harumnya memang pas sekali menjadi lirik lagu ciptaan W.R Supratman, "Ibu Kita Kartini".
Dan tentu, jasanya jelas bisa kita nikmati. Keleluasaan saya menulis artikel ini adalah salah satunya.
Bicara mengenai Kartini dan merayakannya adalah baik. Namun lebih baik kita turut serta membicarakan berbagai hal mengenai pahlawan perempuan Indonesia, yang ceritanya nyaris tak terdengar.
Tetap, Kartini layak masuk dalam jejeran pahlawan Indonesia.
Walau sayang, perayaannya kini justru banyak dijadikan judul promosi dan alasan untuk berbelanja saja oleh berbagai bidang usaha.
Yang perlu kita kritisi, kenapa hanya ada Hari Kartini? Kenapa bukan Hari Pahlawan Perempuan Indonesia? Sehingga nama-nama berikut ikut terbayangkan aroma harumnya.
Kartini, seperti bukunya "Duisternist tot Licht", memang seperti terang yang terbit setelah gelap. Namun, siapa lagi yang sesungguhnya juga membawa terang tersebut? Bukankah mereka layak juga dirayakan?
21 April memang bukanlah tanggal merah, Tetapi, gempita perayaannya begitu terasa dari masa ke masa. Pakaian adat, lomba ini itu yang lucunya sering berkenaan dengan keahlian memasak sambil memakai sepatu hak tinggi, terdengar disoraki riang di berbagai tempat.
Dalam konteks ini, gelap memang sudah berganti terang.
Artinya hari ini, kita punya kesempatan. Kalaupun mungkin harus berjalan dengan balutan kebaya ala Kartini dan hadir ke perayaan tadi, mungkin cerita tentang pahlawan perempuan lain bisa kita bagikan pada sekitar.
Hari ini, kita punya cerita baru untuk anak kita, perempuan dan lelaki.
Hari ini dan esok, kita telah lebih berdaya untuk memakai terang tadi sebagai pelita yang menyoroti cerita perjuangan dari perempuan-perempuan lain.
Thank you for the fight, Kartini. We’ll take the torch from here…
Ilustrasi Lee Man Fong |
The first two months of 2024 have been a comedy of mishaps in our household.
I have no details to dispense, but I am here to let you know that it's okay to take a break and lament for a while.
What I am trying to do now is to look around just within my arm's distance. Look at something I like, someone I love, and take a deep breath. It's that cliché mantra; "Not everyone has what you have."
But I cannot say that it will always work its magic. I wish. What's going on in my mind now is a twister of chaotic worry, anger, and sadness snowballing with no ends to be seen.
Have you been in this situation? Have you tried my method, or do you have another trick to handle it?
Zara Picken's illustrates it well here.
Illustration by Zara Picken |
to yourself...
Isn't that a simple yet powerful thing to do? How often do we actually do it? Or have we done it ever?
With the Indonesian Presidential Election coming (two more sleep, eeeeeks!), the media platforms have been flooded with news about all three candidates and their vices. Sadly, thanks to social media and its bullet-like speed, so much of the news is either hoaxed or heavily edited to benefit a certain party. They all had a fair share of doing this practice!
Then there's the heartbreaking genocide, the constant domestic abuse and crime news, and more... and more.
I admit, I have been consuming them all more than I should and it has taken its toll on my sanity. There's this weighing amount of anger, anxiety, and agitation in me and I just do not like the person that I am becoming. So I am pressing a pause button on social media for a few days and see how it goes.
Have you ever taken such an approach? A much-deserved break from the world that does not stop talking just so that you can hear yourself better and talk to yourself nicer?
Did it work?
It has been a minute since I last talked about fashion. I am surprised that I do not write about it often, while it's one of my biggest passions.
So here's a pop quiz to start the week:
Thrifting, yay or nay?
If you remember my post about Conscious Fashion and our wedding theme;
A Conscious Love Story, you'll know I will forever vouch for thrifting and trying to minimize shopping from fast fashion brands.
I am not 100% there yet, hence this topic.
I recently learned a few things:
If your dogs could leave you sticky notes, what would it say?
This illustration by Grace Farris got me beaming! I can imagine it would be Marilyn who wrote: "A new day! How great is that."
But instead of saying this every morning, Marilyn would feel this way every time she came back from a seizure. It is bittersweet to see her condition these days, but we are holding on to the good ones.
If you are reading this, I hope you are being gentle to yourself and the people around you.
The world needs more of that, and it can come from us.
by Grace Farris |
by Ponomariova_Maria |
To the woman holding back her tears behind closed doors
To the ones squalling with fury and those who have yet to hold another stick that says: "It is a no."
A deep breath and a tight hug
To the ones waiting and those who, with all their hearts, are convinced it is time for a different plan, a pivot, or a full-stop
To the big-dark-eyed ones trying to look away as she spotted another woman's glow
Here’s a smile that signs “I do that too.”
To those who've collected children's books for years hoping that someday, on a perfect day, she gets to read them together with someone she's been waiting for
someone small, all smiles, and smells so sweet, someone uniquely part of her and her loved one
A limerick and a song or two
To all of you out there
I am here, shelving another hardcover classic and saying that I am thinking about you.
By Six Missing |
Dari pelosok dusunnya di jalur khatulistiwa
Yang kenyang janji-janji penguasa
Yang listriknya dulu sekali pernah “byar” lalu “pret” lagi
Yang perjalanan ke sekolahnya harus menyebrangi kali
Maria menantikan sepeda ontel yang seharusnya,
saban lima pekan tiba
Ada wesel, ada surat, juga sekaleng biskuit dari Ibukota
Biasanya dibawa si Bapak yang usianya tak lagi muda itu
Mungkin sungai lagi meluap
Mungkin sepedanya rusak
Atau kantor pos kembali rumbuh atapnya
Tebak-tebak Nini’ yang mulai iba
Melihat penantian Maria yang tak usai
“Harusnya Maryam sudah membalas suratku dari dua bulan lalu.”
Tukas Maria
Teringat ia isi surat pertama mereka yang mensukuri kemiripan nama keduanya
Maria dan Maryam
Pada susunan kalimat tak sempurna dalam bahasa yang keduanya sedang pelajari
Pada persahabatan yang dimulai dari kerabat dusun sebelah
yang bapaknya pernah tugas di luar negri
“Memang dari mana sahabat penamu yang ini?”
Nini’ bertanya
“Nama negaranya Palestina, Ni’.” Maria menjawab
seraya tetap menjurusi pandangannya ke ujung jalan
Nenek, yang buta huruf sejak bangsa ini merdeka,
mengangguk-angguk saja
Sudah kembali fokusnya menyalakan sumbu pelita
Supaya malamnya tak terlalu gulita
Bersama cucu kesayangan satu-satunya
(Oleh TBH- Januari 2024)
Ilustrasi dari Google
Pertama-tama, jangan kau tunjukkan ke sembarang orang suratku ini. Nanti kau dihakimi. Aku hanya perlu sejenak bercerita. Namaku… sering terselip di bisikan para tetangga. Di antara tembok-tembok tipis pembatas dan tali jemuran rafia yang nyaris putus. Pasti pernah kau dengar sesekali.
Kutunggu jawabanmu, ya. Soal makan-makan tadi.