Jan 23, 2024

Sticky Notes from Dogs

If your dogs could leave you sticky notes, what would it say? 

This illustration by Grace Farris got me beaming! I can imagine it would be Marilyn who wrote: "A new day! How great is that." 

But instead of saying this every morning, Marilyn would feel this way every time she came back from a seizure. It is bittersweet to see her condition these days, but we are holding on to the good ones. 

If you are reading this, I hope you are being gentle to yourself and the people around you. 

The world needs more of that, and it can come from us. 


by Grace Farris



Jan 21, 2024

The waiting room


by Ponomariova_Maria

To the woman holding back her tears behind closed doors

To the ones squalling with fury and those who have yet to hold another stick that says: "It is a no."

A deep breath and a tight hug

To the ones waiting and those who, with all their hearts, are convinced it is time for a different plan, a pivot, or a full-stop
To the big-dark-eyed ones trying to look away as she spotted another woman's glow 
Here’s a smile that signs “I do that too.”


To those who've collected children's books for years hoping that someday, on a perfect day, she gets to read them together with someone she's been waiting for
someone small, all smiles, and smells so sweet, someone uniquely part of her and her loved one
A limerick and a song or two 

To all of you out there
I am here, shelving another hardcover classic and saying that I am thinking about you.




Jan 17, 2024

Sahabat Pena Maria

 

By Six Missing


Dari pelosok dusunnya di jalur khatulistiwa
Yang kenyang janji-janji penguasa
Yang listriknya dulu sekali pernah “byar” lalu “pret” lagi
Yang perjalanan ke sekolahnya harus menyebrangi kali
Maria menantikan sepeda ontel yang seharusnya,
saban lima pekan tiba


Ada wesel, ada surat,  juga sekaleng biskuit dari Ibukota
Biasanya dibawa si Bapak yang usianya tak lagi muda itu
Mungkin sungai lagi meluap
Mungkin sepedanya rusak
Atau kantor pos kembali rumbuh atapnya
Tebak-tebak Nini’ yang mulai iba 
Melihat penantian Maria yang tak usai


“Harusnya Maryam sudah membalas suratku dari dua bulan lalu.”
Tukas Maria 
Teringat ia isi surat pertama mereka yang mensukuri kemiripan nama keduanya
Maria dan Maryam
Pada susunan kalimat tak sempurna dalam bahasa yang keduanya sedang pelajari
Pada persahabatan yang dimulai dari kerabat dusun sebelah 
yang bapaknya pernah tugas di luar negri


“Memang dari mana sahabat penamu yang ini?”
Nini’ bertanya
“Nama negaranya Palestina, Ni’.” Maria menjawab
seraya tetap menjurusi pandangannya ke ujung jalan


Nenek, yang buta huruf sejak bangsa ini merdeka, 
mengangguk-angguk saja
Sudah kembali fokusnya menyalakan sumbu pelita
Supaya malamnya tak terlalu gulita
Bersama cucu kesayangan satu-satunya

(Oleh TBH- Januari 2024)


Jan 6, 2024

Surat dari Janda

 

Ilustrasi dari Google

Pertama-tama, jangan kau tunjukkan ke sembarang orang suratku ini. Nanti kau dihakimi. Aku hanya perlu sejenak bercerita. Namaku… sering terselip di bisikan para tetangga. Di antara tembok-tembok tipis pembatas dan tali jemuran rafia yang nyaris putus. Pasti pernah kau dengar sesekali. 


Aku juga sering disebut di berbagai kitab suci karena harus diberi belas kasihan, kalau perlu dinafkahi. Namaku yang kadang terasa getir ini kerap bersisian dengan si Endang, Jefta, Mira, dan Sari yang punya sebutan anak yatim. Namun, skenarionya cukup membuatku mengernyit.
 
Ini yang kudengar kemarin.
 
“Hati-hati, jaga suami kamu. Itu, tetanggamu yang baru, janda!” cibir ibu berambut merah di rumah nomor 2A. Ibu itu sepertinya tidak sempat membaca, para rasul di rumah ibadat mula-mula bahkan menyusun cara agar bisa membantu kaumku yang jadi materi gunjingan ini.

“Janda yang perlu dibantu yang tua saja!” kata teman si ibu rambut merah, saat ada yang mengusiknya soal hal tadi.
Kalau dia, tinggal di rumah 3C, warna hijau. Rumahnya yang hijau, bukan rambutnya. Jadi, mungkin, yang muda harus dihindari. Sepakat mereka.

Diberi label menyedihkan, dan sedikit taburan aura haram, apalagi kalau seorang janda cerai sepertiku.
 
Ada janda lain selain aku. Aminah, janda usia 25 yang buka usaha makanan.
Setelah lama menabung laba, dibelinya kalung emas sekian gram. Bagus emasnya itu. Aku pernah ditunjukkannya.
 
“Dikasih laki orang kali…,” kata salah satu mantan pelanggan yang berhenti karena takut suaminya kepincut jampi-jampi di makanan katering Aminah. Padahal, pakai mecin saja tidak si Aminah.
 
Di tengah gemerlap megapolitan, nasib Lina tak jauh berbeda. Kawanku dari kecil itu jatuh cinta pada rekan sekantor. Namun, cinta mereka cukup sampai kencan-kencan picisan. Karena si lelaki bujang. Orang tuanya tak suka kalau anak mereka dapat janda. Apalagi, buntutnya Lina sudah beranjak remaja.
 
Surat yang kau baca ini adalah untuk berbagi, bahwa buat kami, stigma terlanjur melekat.
Tidak ada yang sempat menanyakan cerita kami. Kamu juga tidak. Skenario hidup terlanjur jadi kudapan sedap. Tanpa ada yang merasa perlu sekadar berandai, apa alasan kami memilih nama ini.
 
Walau sebenarnya, bukan urusan siapa pun juga.
 
Akan tetapi, aku, Aminah, Linda sudah nyaris biasa. Telinga kami tak lagi panas saat mendengar guyonan macam itu. Mata kami tak lagi nanar saat membaca guratan di belakang truk lintas pulau, atau bahkan status media sosial.

Oh, pernah juga namaku muncul di lirik lagu dangdut modern, yang katanya, perempuan semacam aku ini tinggal di Pulo Gebang.
 Sesekali, panggilan ini jadi nama merek dagang, biasanya soto atau sop pinggir jalan.
Semoga laku. Doaku untuk mereka. Untukmu.
 
Doakan juga, supaya akan ada masanya nanti, usaha yang sedang kurintis, melahirkan perempuan-perempuan yang mampu berdiri sendiri. Tanpa risau akan gelar yang diberi masyarakat.
Lalu, anak-anakku lelaki dan perempuan akan tumbuh besar, mengambil peran supaya stigma tak lagi ada.
Jadi manusia penuh welas asih yang jatuh cinta pada hati, dan tak gemetar mundur karena status demikian.
Mungkin bisa jadi karib anakmu?
Besok, akan kuajak ibu berambut merah di 2A dan karibnya yang di rumah 3C untuk bersantap bersama. Sekadar saling bertukar cerita.
Kira-kira… kamu mau ikut?

Kusudahi dulu surat ini. Telinga harus kututup bantal sedikit. Karena tembok yang tipis, masih saja mengantarkan suara bisik-bisik yang membuat hati geli. Walau sedikit.

Kutunggu jawabanmu, ya. Soal makan-makan tadi.

 

 

 

 


Jan 5, 2024

Goodnight, Good boi- Mama

 


With our hearts still bleeding for our oldest one Mahoni, we bid an unexpected farewell to the Aslan of Rumah Kecil, Roy.

His health went downhill rapidly, and with three test results, we learned that he had stage IV Chronic Kidney Disease.
I spent days bawling thinking about how we could miss his symptoms and will probably never find comfort even tho we were told, some canines only show them at a much later stage.

If you’ve met him, you'll remember his penjor-like tail and stunning features. Oh, his smoldering eyes. We think he was Eurasian.

He spent his first two years on the street, in abusive homes, and dog meat trade. God's grace led him to our home in 2018.
I remember telling him: “I know it is difficult for you to trust this, but this is your last home. We will never move without you or abandon you on the street.”

Roy departed at home, on his bed in our room, just ten minutes after his loving Dad arrived.
He got what he was promised. A family.

Yovan and I are embracing the kind of grief that we never could have imagined.

This Christmas, we will seek a deeper meaning and connection with God, thanking Him for blessing us with the most unconditional love.

Lastly (but you know I’ll keep saying this), give stray dogs a chance. You will witness how amazing God is.

Good night, "good boi mama.", "roy-co papa."
You surely loved to make dramatic scenes.

Roy aka Aslan of Rumah Kecil Hutasoit Rondonuwu
- 8 years of purposeful life- 💔🌈♥️🖤🩵 #adoptionrocks

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...