Mar 22, 2018

Erin Never Forgets

Kepada Yang saya kasihi, Bapak Presiden Jokowi,

Perkenalkan, Nama saya Erin. 

Saat saya berusia dua tahun, saya ditemukan oleh tim Elephant Respond Unit di kawasan Susukan Baru, di Wilayah I Taman Nasional Way Kambas, sekitar 500 meter dari permukiman penduduk. Tepatnya hari Minggu, 24 Juli 2016. 

Untuk ukuran anak gajah berusia dua tahun, saat itu tubuh saya kurus (kurusnya Gajah ya Pak). Saya lemah, cacingan, diare pula.  Dan, belalai saya terputus karena jerat perangkap yang dipasang manusia. 

Sampai hari ini dan seterusnya, saya dirawat di Taman Nasional Way Kambas

Sejak tinggal disini, saya diperkenalkan kepada manusia dan kehidupannya, sehingga saya menjadi gajah jinak. 
Saya juga diajari cara makan oleh manusia. 
Wlau jujur, seringnya disuapi, karena kehilangan ujung belalai membuat saya tidak bisa makan dengan normal seperti Gajah lain. 
Ada kalanya saya menggunakan kaki saat mengambil makanan. 
Nggak sopan ya Pak? Namanya juga anak-anak.

Tiga pekan lalu, saat digembala oleh petugas di hutan, saya disengat kawanan tawon sehingga tubuh penuh lebam. Mata saya pun kena. Tim dokter memberikan obat dan infus kepada saya beberapa kali.
Kalau saya masih memiliki belalai yang diciptakan yang Maha Kuasa bagi saya, pasti hal ini tidak akan terjadi. Karena pasti, saya akan menghalau kawanan tawon tersebut.

Bapak Presiden yang saya hormati. Bapak pernah dengar pepatah “Elephant never forgets.” kan?
Pepatah itu benar adanya, karena ingatan saya cukup tajam untuk mengenang wajah hutan luas yang seharusnya masih saya nikmati dengan leluasa. 
Pepohonan tinggi yang seharusnya saya sentuh dengan belalai indah saya, yang seharusnya tidak sependek ini. Saya juga masih bisa membayangkan paras Induk saya yang gerak-geriknya begitu memesona, dan kawanan gajah lain yang sama perkasanya dalam setiap dentuman langkah diatasa bumi.

Sayang… konflik manusa dan gajah semakin mempersulit keadaan kami. 
Buktinya saya sekarang ada disini. Bahkan saudara saya Yongki sampai tewas sekitar tahun 2015 lalu. Gadingnya diambil manusia. Mungkin beritanya sempat terdengar?

Bapak pasti tahu surat saya ini tidak ditulis dengan belalai saya yang terputus. Surat ini dari hati. Dan pastinya (walau kepingin) saya tidak sedang meminta sepeda. Kursi roda pun tak akan ada yang bisa membuat mobilitas saya jadi normal kembali. Siapa yang bisa bikin coba?

Surat ini adalah sebuah permohonan Pak. 
Yang bukan semata-mata untuk saya, anak kecil yang suka ambil makanan pakai kaki.
Tetapi, agar Bapak membagikan kewelas asihan, kecerdasan serta kepemimpinan Bapak kepada manusia-manusia yang berperan dalam hal ini. Agar tindak tegas bisa segera dilakukan.

Kiranya Bapak mau menegakkan hukum bagi raksasa-raksasa perkebunan sawit, menindak perburuan liar yang merajalela di “rumah” yang dulunya adalah habitat kami. 
Hutan yang oleh kawanan gajah dibuka jalan sungainya dan dirawat kelestariannya secara alami. 

Supaya selain Abang Yongki dan saya, tidak ada korban-korban lainnya. Supaya manusia membiarkan "Tak ada gading yang tak retak" jadi milik kami semata.

Supaya kami tak lagi dianggap oleh mereka sebagai hama. Sehingga flora fauna Indonesia tetap lestari. 
Dan kalau kata anak jaman sekarang, demi NKRI. 
Sekian surat dari saya. 
Sekiranya Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melindungi Bapak dan kita semua diatas bumi Indonesia.

Salam penuh kasih,
Erin yang tak pernah lupa- ”Elephas maximus sumatranus” aka Gajah Sumatra
Usia: Empat tahun
Foto dari Waykambas.org

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...