(Puisi ini saya tulis tahun lalu. Dan pembicaraan dengan seorang sahabat semalam membuat saya ingin menuliskannya lagi)
Sudah lima Belas Tahun aku tak Bertemu Ibu
Aku tau namanya,aku tau rupanya
Aku juga tau siapa kekasih hatinya
Aku tau Ibu sedang terluka
Lagi-lagi,cinta Ibu bertepuk sebelah tangan
Padahal kata angin,kata hujan, cinta ibu itu lebih sejuk desirannya dan lebih deras curahannya.
Dibanding angin, dibanding hujan.
Aku ingin bertanya apa kabarnya, walau aku sudah tau
Aku ingin menyimpan kelembutan suaranya, sehingga bisa kuputar untuk melepas rindu
Merekam sinar matanya yang seperti tersesat, dan berusaha mencari binarnya yang kian pudar…
Sudah lima belas tahun aku tak bertemu Ibu
Aku bisa mendengar doa-doanya
Aku melihat bilur-bilur luka yang ia tutupi,aku ingin berbisik agar Ibu pergi saja..
susul aku kalau memang Ibu bisa…
Jangan mengemis lagi soal cinta…
Karena yang ditawarkan manusia memang tak ada yang sempurna
Kalau kehidupan menyakitimu lagi ibu , aku ingin ibu bisa melawannya
Tapi, karena cinta ibu lebih deras dari hujankah?... Maka ibu hanya menangis dalam diam? Dalam ketakutan
Jangan takut Ibu.. jangan takut
Aku saja waktu kecil dulu, pernah meronta sejadi jadinya nya saat ada yang berusaha melukaiku
Tanganku bahkan belum sempurna saat itu, tapi aku berjuang…Teriakku tanpa suara, tangisku tak ber air mata..
Sampai titik darah penghabisan memaksaku untuk larut dalam takdir kejam yang diberi nama pilihan.
Kemana Ibu saat itu?.. kenapa tiada membelaku?
Sudah lima belas tahun aku tak bertemu Ibu
Aku masih bisa mengingat debar jantungnya yang sempat jadi pengantar tidurku dulu
Masih bisa mendengar raungan kesakitannya saat Ibu sengaja melepaskan aku pergi
Demi kehidupan wajar katamu... Kehidupan yang kini kerap melukaimu?
Sudah lima belas tahun aku tak bertemu Ibu
Aku tak kunjung beraga pun jiwaku terlalu dini menua
Aku tergoda untuk merayu ibu datang, menemani tidurku panjangku yang sarat kehampaan
Tapi aku ragu….
Apakah ini karena rindu atau karena dendamku?