By Six Missing |
Dari pelosok dusunnya di jalur khatulistiwa
Yang kenyang janji-janji penguasa
Yang listriknya dulu sekali pernah “byar” lalu “pret” lagi
Yang perjalanan ke sekolahnya harus menyebrangi kali
Maria menantikan sepeda ontel yang seharusnya,
saban lima pekan tiba
Ada wesel, ada surat, juga sekaleng biskuit dari Ibukota
Biasanya dibawa si Bapak yang usianya tak lagi muda itu
Mungkin sungai lagi meluap
Mungkin sepedanya rusak
Atau kantor pos kembali rumbuh atapnya
Tebak-tebak Nini’ yang mulai iba
Melihat penantian Maria yang tak usai
“Harusnya Maryam sudah membalas suratku dari dua bulan lalu.”
Tukas Maria
Teringat ia isi surat pertama mereka yang mensukuri kemiripan nama keduanya
Maria dan Maryam
Pada susunan kalimat tak sempurna dalam bahasa yang keduanya sedang pelajari
Pada persahabatan yang dimulai dari kerabat dusun sebelah
yang bapaknya pernah tugas di luar negri
“Memang dari mana sahabat penamu yang ini?”
Nini’ bertanya
“Nama negaranya Palestina, Ni’.” Maria menjawab
seraya tetap menjurusi pandangannya ke ujung jalan
Nenek, yang buta huruf sejak bangsa ini merdeka,
mengangguk-angguk saja
Sudah kembali fokusnya menyalakan sumbu pelita
Supaya malamnya tak terlalu gulita
Bersama cucu kesayangan satu-satunya
(Oleh TBH- Januari 2024)
No comments:
Post a Comment