Oleh J Svennberg- free royalty istock |
Kemarin Bapak janji mau menemani beli sepatu
Karena sebentar lagi
Masuk tahun ajaran baru
Sepatuku sudah bunyi-bunyi
Karena lidahnya telah lebar menganga
Plak.. pluk… plak… pluk
Begitu kata si sepatu tanpa merek itu
Pokoknya harus jadi beli
Begitu ujarku
Sudah pukul tiga petang
Bapak belum juga terlihat bersiap pergi
Padahal aku sudah mandi
Besok saja
Kata Bapak, membuat bibirku manyun tiga senti
Bapak malu ke toko sepatu
Alasannya
Sambil menyeka dahi dengan handuk basah
Ada luka disana
Di dahinya yang lebar
Seperti dahiku
Tapi esok kan tokonya tutup Pak
Dan lusa aku sudah masuk sekolah
Aku mulai merengek
Masak iya aku pinjam sepatu Bapak?
Bapak tertawa
Tahu jelas maksudku sepatu yang mana
Sepatu warna merah menyala yang hak nya tinggi sekali
Mana nyaman dipakai sekolah
Walau ukuran kaki kita sama
Bapak bergurau
Saking bongsornya badanku
Aku ikut tergelak
Urung merajuk
Luluh sudah marahku melihat dahi bonyok bapak
Yang nampak menyatu dengan sisa riasannya tadi malam
Lagipula, tinggal yang kiri sepatuku itu
Kata Bapak sambil mengelus kepangku
Aku diam saja
Kasihan sama Bapak karena sepatunya tinggal sebelah
Tapi senang karena sepatunya yang sebelah lagi
Semalam hilang karena dilempar Bapak
Membalas gerombolan lelaki sialan
Yang menimpuk bapak dan teman-temannya dengan batu
Saat semalam cari uang di jalanan
Sepatu yang kanan ya pak yang hilang?
Aku memastikan
Iya
Jawab Bapak dengan tenang
Semoga kena orangnya ya Pak
dan semoga lukanya lebih parah dari luka di dahi Bapak
Doaku
Cukup dalam hati
Karena aku tahu, Bapak tak akan mengaminkan
Oleh Tressabel Hutasoit
Terinspirasi dari perbincangan bersama teman, mengenai problematika kekerasan terhadap saudara-saudara LGBT di dunia ini.
No comments:
Post a Comment