Laman

Jan 11, 2011

Perempuan dan Angka- (Tiga Puluh Satu)

Buat kebanyakan mahkluk perempuan- bicara angka memang perkara susah-susah gampang. Bukan gampang-gampang susah, karena lebih banyak susahnya daripada gampang.

Soal berat badan misalnya, mengurangi 5 kilogram dari berat badan sesungguhnya saat harus mengisi kolom berat badan :, adalah hal biasa dilakukan. Saya pernah begitu, di usia saya yang saat itu seharusnya masih belum pantas untuk khawatir dengan persoalan satu ini.
Sibuk-sibuk cari timbangan, lalu menyalahkan jarum dan penempatannya. Kalau timbangannya digital, lalu menteorikan bahwa itu lebih cocok untuk barang, bukan orang, khususnya bukan untuk bukan perempuan.
Tak jarang, gara-gara timbangan, kita lalu sibuk mengatur pola makan, dan membuat janji dengan pusat kebugaran. Janji-janji yang dalam tiga bulan sudah terlupakan.

Angka lain, seputar uang. Kenapa saat penghasilan kita lima rupiah, kita bisa-bisanya menghabiskan enam rupiah- alias berhutang… Lalu kita bernazar bahwa kalau kita bisa mendapatkan upah sepuluh rupiah,pasti kita bukan hanya bisa bayar hutang, tapi juga bisa menabung. Dan pekerjaan dengan upah sepuluh rupiah itupun datang. Bersamaan dengan gaya hidup kita yang entah kenapa tiba-tiba jadi memerlukan biaya sebelas setengah rupiah. Bertambahlah si utang, bukan tabungan…

Dan angka yang menempati peringkat pertama dalam hal kecanggungan adalah.. soal usia. Dulu, setiap kali kalender sudah menunjukkan betapa dekatnya kita ke hari jadi… bukan main senangnya hati. Karena itu berarti, hadiah, kue, balon berwarna ditengah pesta kecil sudah menanti. Sekarang? Anggaran harus disiapkan khusus untuk penuntut perayaan, check list resolusi harus diam-diam disembunyikan karena lebih banyak yang gagal dibanding yang berhasil dicapai… Belum lagi, jawaban-jawaban pamungkas atas pertanyaan klise.. “Kapan menikah?.. Kapan punya anak?...”Atau mungkin.. “Kapan menikah lagi?

Dengan dalih tak mau lagi bersusah-susah gampang dengan angka. Saya merenungi ini.

Saya baru saja melewati hari jadi… 31 tahun sudah Tuhan memberikan saya kesempatan untuk menggenapi citraNya. Dan 31 tahun sudah saya lebih banyak jatuh dan meraung daripada melenggang dalam kemenangan.

Saya mulai berkaca, melihat tanda-tanda penuaan yang katanya biasa muncul di umur ini…

Ada kerutan dibawah mata- artinya.. sekalipun saya tak jarang menangis, saya masih lebih banyak tertawa…
Saya melihat hidung saya masih pesek seperti adanya.. artinya, sampai saat ini saya masih percaya saya adalah maha karya Tuhan saya yang luar biasa. 

Ada dua jerawat mungil yang muncul di area dagu- akibat terlalu banyak makan penganan coklat- yang membuat saya sadar bahwa saya hidup dengan kelimpahan…bukan cuma bisa makan sesuap nasi.

Sejak menetap di pulau Bali, kulit saya tak lagi kuning langsat, cokelat warnanya sekarang. Beruntungnya saya karena saya sehat sempurna, bisa bermain-main di pantai, dibawah curahan matahari, kapanpun saya mau.

Pinggang saya tidak berlekuk seperti gitar spanyol dan lengan saya tidak sesempurna lengan Madonna...artinya saya cukup punya waktu untuk memperkaya diri dengan meludesi buku-buku saya, menulis, atau bersenang-senang dengan kawan dibanding mengejar jam latihan di pusat kebugaran.

Saldo tabungan saya masih jauh dari target, artinya saya menikmati hidup ini dan masih dipercaya Tuhan untuk berbagi berkat dengan saudara-saudara saya yang lain, yang Tuhan titipkan untuk berada di sekitar saya…

Yang paling penting, di usia 31 ini, entah kenapa saya lebih ingin banyak berterima kasih-mungkin karena sadar sudah terlalu banyak meminta… Buat semua Cinta yang sudah Tuhan beri…
Buat setiap kegagalan saya yang membuat saya semakin tak ingin melepaskan pegangan tangan saya dari Dia… Buat setiap prestasi yang saya sadari hanyalah alat untuk membuktikan kemuliaan namaNya.

Dan untuk semua orang-orang yang telah pergi, dan hadir dalam hidup saya.

Besar kecilnya angka, yang saya tau...saya, diberkati.

January 2011

One of my greatest reasons to be grateful
(see the frame next to my pc)

No comments:

Post a Comment